Tentu setiap manusia di dunia ini memiliki tujuan, seperti apapun orang tersebut tentulah didalam jiwanya ada mimpi-mimpi yang terpendam, baik itu sederhana atau merupakan mimpi yang besar. Ada suatu tempat yang ingin kita kunjungi, ada makanan yang ingin kita cicipi, atau mungkin ada seorang gadis yang ingin kita dapatkan. Keinginan-keinginan tersebut kemudian menjadi pertimbangan dalam diri kita untuk mengambil tindakan, pada umumnya kita akan memilih yang terbaik. Tak jarang suatu keinginan akan menghambat kepada keinginan yang lain, seperti halnya setiap manusia menginginkan kebebasan namun disatu sisi manusia menginginkan ketertiban. Kita ingin menjadi orang yang pintar tapi juga ingin bersenang-senan menghabiskan waktu didunia yang tak berujung. 


Ada sebagian yang mengatakan bahwa segala yang kita lakukan tak lepas dari hukum kausalitas, tindakan kita dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar diri kita. Orang yang hidup di lingkungan orang baik, dia akan berbuat baik, dan orang yang tinggal di lingkungan buruk dia akan bersifat buruk. Ambil contoh orang Indonesia yang notabenenya kurang menjaga kebersihan, berbeda dengan orang Jepang, sehingga Saya yang tinggal di Indonesia wajar saja bila kurang menjaga kebersihan, dan bocah-bocah Jepang yang sudah menjaga kebersihan adalah hal yang wajar, mengingat pada kebiasaan dinegaranya. 


Menurut paham determinisme di dunia ini semuanya tidak lepas dari hukum kausalitas, sebab dan akibat, dalam sain sebab dan akibat harus ada. Bola yang bergerak dikarenakan ada gaya yang mempengaruhinya. Namun bagi kaum fatalistik lebih dari itu, setiap perbuatan manusia sudah ditentukan oleh hukum Tuhan atau hukum alam. Menurut Santo Agustinus, segala sesuatu telah ditentukan oleh Tuhan, manusia hanya dapat menerimanya. Pembaca yang membaca tulisan ini sebenarnya sudah ditentukan oleh Tuhan. 


Namun pertanyaannya, benarkah demikian, bukannya pembaca yang membaca tulisan ini atas kehendak sendiri?. Determinisme sebagai tesis ternyata telah menghadirkan anti tesis yang dikenal dengan paham indeterminisme. Indeterminisme berpandangan bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk memilih apa yang akan dia perbuat. 


Jika memang semuanya sudah ditentukan oleh Tuhan, lantas apalah arti dosa? Apalah arti kebaikan? Dan apalah arti nilai?. Bukankah membantu sesama adalah kebaikan, lantas untuk apa ada kebaikan jikalau perbuatan tersebut sudah diatur oleh Tuhan?. Dari pertanyaan tersebut kaum indeterminisme beranggapan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya. Bagi William James, kebebasan adalah hal yang postulat, tanpa ada kebebasan maka dunia ini akan berjalan tanpa ada perubahan. 


Nampaknya Jean Paul Sartre juga beranggapan demikian, manusia bebas untuk menentukan pilihannya, manusia adalah kebebasan, selama dia punya kesadaran atas kebebasan tersebut maka dia adalah bebas. Sarte tidak menerima yang namanya kenyataan, manusia terlempar dengan kekosongan dan harus menentukan jalan hidupnya sendiri. Anda membaca tulisan ini merupakan pilihan anda, atau anda tidak membacanya juga merupakan pilihan. 


Untuk menengahi persoalan tersebut nampaknya dikemudian hari muncul paham self determinisme, manusia tidak hanya dipengaruhi oleh hukum kausalitas namun manusia juga dapat menjadi penyebab perubahan itu sendiri. Pada dasarnya memang manusia mempunyai kebebasan, namun mereka terikat oleh hukum moralitas, rasa tanggungjawab yang akan mempengaruhi terhadap pilihan mereka. 


Harol H. Titus, Marilyn. S Smith, Richard T. Nolan. Persoalan-persoalan Filsafat. 1984. Bulan Bintang. Jakarta. 

Bertrand Russell. Sejarah Filsafat Barat. 2002. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 

Drs. H. Muzairi, MA. Eksistensialisme Jean Paul Sartre. Pustaka Pelajar. 2002.

Jean Paul Sartre. Eksistensialisme dan Humanisme. Pustaka Pelajar. 2002.

Vincent Martin, O.P. Filsafat Eksistensialisme. Pustaka Pelajar. 2001.

Post a Comment